Selasa, 05 Februari 2013

Akibat Tidak Ikhlas Menuntut Ilmu


 عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ
عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ». يَعْنِى رِيحَهَا

 Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata : Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :”Barangsiapa yang mempelajari suatu ilmu yang seharusnya ia tujukan mencari wajah Alloh ‘Azza wa Jalla, ia tidak mempelajarinya melainkan untuk mencari dengannya perhiasan dunia maka ia tidak akan mencium bau Surga di hari kiamat.” HR. Abu Dawud dalam sunannya no. 3666, dishohihkan oleh Syaikh Al Albani rohimahulloh dalam Shohihut Targhib wat Tarhib no. 105

عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُمَارِىَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ لِيُبَاهِىَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيَصْرِفَ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ فَهُوَ فِى النَّارِ »

Dari Abdulloh bin Umar rodhiyallohu ‘anhuma dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda ; “Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk mendebat orang-orang bodoh, atau berbangga-bangga di hadapan para ulama atau memalingkan manusia kepadanya maka dia di Neraka.” HR. Ibnu Majah dalam sunannya no. 262 dinilai Shohih lighoirihi oleh Syaikh Al Albani rohimahulloh dalam Shohihut Targhib wat Tarhib no. 109

Silakan membaca langsung dari sumbernya di sini:
http://elmukhtar.blogspot.com/2012/01/ketika-ilmu-membahayakan-pemiliknya.html

Kiat Menuntut Ilmu

egala puji bagi Allah, shalawat serta salam kepada Rasulullah , keluarga dan sahabatnya, amma ba’du.
Manusia lebih mulia dari pada makhluk lain karena akal. Dengan akal, manusia dapat bepikir untuk merenungi kebesaran-kebesaran Allah. Dengan akal, manusia dapat mencari ilmu untuk bekal di dunia dan akhirat nanti. Karena segala sesuatu yang manusia lakukan haruslah dengan ilmu. Al’ilmu qablal qauli wal ‘amali (ilmu sebelum perkataan dan perbuatan).
Ada beberapa keutamaan menuntut ilmu, salah satunya yaitu Allah akan memudahkan jalannya menuju surga.
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الجَنَّةِ
Barangsiapa yang menempuh perjalanan untuk menuntut ilmu maka Allah memudahkan jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Mungkin terbesit dalam benak kita, bagaimana cara seseorang mendapat ilmu?
Berikut ini adalah kiat-kiat mencari ilmu, agar ilmu yang di dapat diberkahi Allah
Seorang yang menuntut ilmu harus mengikhlaskan niat karena Allah.
Ilmu adalah landasan yang sangat penting. Hukum syari’at dibangun di atas ilmu. Ilmu tidak diberkahi Allah jika dalam menuntut ilmu tersebut tidak diniatkan untuk meraih ridha Allah. Barangsiapa yang menuntut ilmu tanpa mengharap wajah Allah maka dia terncam tidak akan masuk surga. Barangsiapa yang menuntut ilmu karena ingin derajatanya tinggi di hadapan manusia tanpa mengharap wajah Allah, maka terancam dicampakkan ke dalam neraka. Wal iyadzu billah
Hendaknya kita senantiasa bermujahadah (bersungguh-sungguh) dalam menuntut ilmu dengan meluruskan niat, mengikhlaskan karena Allah. Apa batasan orang bisa dikatakan ikhlas dalam menuntut ilmu? Imam Ahmad menjelaskan bahwa batasan seseorang bisa dikatakan ikhlas dalam menuntut ilmu yaitu niat dalam dirinya untuk menghilangkan kejahilan yang ada pada dirinya. Setelah kejahilan/kebodohan hilang dari dirinya, dia berusaha menghilangkan kejahilan orang lain.
Insyaallah dengan niat seperti itu, Allah akan memberi taufiq untuk ikhlas dalam menuntut ilmu.
Seorang harus menjauhi kemaksiatan.
Ilmu adalah cahaya dan cahaya tidak diberikan kepada orang yang bermaksiat. Karena maksiat adalah kegelapan, orang yang bermaksiat berarti memadamkan cahaya ilmu dalam dirinya. Kita bisa mengamil pelajaran dari kisah Imam Syafi’i yang sudah hafal al qur’an sebelum baligh, hafal ribuan hadits, ketika dia melihat anak laki-laki yang tampan dengan pandangan tidak biasa hafalannya ada yang hilang karenanya.
Barangasiapa yang ilmunya ingin diberkahi Allah maka jauhilah maksiat. Karena maksiat merupakan penghalang antara kita dengan Allah. Maksiat adalah penghalang antara kita dengan ilmu.
Imam As-Syafii menyampaikan nasihat kepada muridnya. “Akhi, kalian tidak akan pernah mendapatkan ilmu kecuali dengan 6 perkara ini, akan aku kabarkan kepadamu secara terperinci yaitu dzakaa-un (kecerdasan), hirsun (semangat), ijtihaadun (cita-cita yang tinggi), bulghatun (bekal), mulazamatul ustadzi (duduk dalam majelis bersama ustadz), tuuluzzamani (waktu yang panjang).”
Berikut keterangan masing-masing:
  • Dzakaa-un (keceerdasan). Ulama membagi kecerdasan menjadi dua yaitu: yang pertama, muhibatun minallah (kecerdasan yang diberikan oleh Allah). Seseorang meskipun dalam majelis tidak mencatat tetapi dia bisa mengingat dan menghafalnya dengan baik dan bisa menyampaikan kepada orang lain dengan baik. Jenis kecerdasan ini harus diasah agar dapat bermanfaat lebih banyak untuk dirinya dan orang lain. Yang kedua adalah kecerdasan yang didapat dengan usaha (muktasab) misalnya dengan cara mencatat, mengulang materi yang diajarkan, berdiskusi dll.
  • Hirsun yaitu perhatian dan semangat dengan apa yang disampaikan gurunya. Sekaligus berupaya mengulang pelajarannya.
  • Ijtihaadun. Ulama menafsirkan ijtihaadun adalah al himmatul ‘aliyah yaitu semangat atau cita-cita yang tinggi. Seseorang hendaknya memaksa diri untuk mencari ilmu dengan semangat mewujudkan cita-cita demi agamanya.
  • Bulghatun/dzat/bekal. Dalam menuntut ilmu tentu butuh bekal, tidak mungkin menuntut ilmu tanpa bekal. Contoh para imam, Imam Malik menjual salah satu kayu penopang atap rumahnya untuk menuntut ilmu. Imam Ahmad melakukan perjalanan jauh ke berbagai negara untuk mencari ilmu. Beliau janji kepada Imam Syafi’i untuk bertemu di Mesir akan tetapi beliau tidak bisa ke Mesir karena tidak ada bekal. Seseorang untuk mendapat ilmu harus berkorban waktu, harta bahkan terkadang nyawa.
  • Mulazamatul ustadzi. Seseorang harus duduk dalam majelis ilmu bersama ustadz. Tidak menjadikan buku sebagai satu-satunya guru. Dalam mempelajari sebuah buku kita mmbutuhkan bimbingan guru. Hendaknya menggabungkan antara bermajelis ilmu dengan guru, juga banyak membaca buku.
  • Tuuluz-zamani, dalam menuntut ilmu butuh waktu yang lama. Tidak mungkin didapatkan seorang da’i/ulama hanya karena daurah beberapa bulan saja.Al-Baihaqi berkata:”Ilmu tidak akan mungkin didapatkan kecuali dengan kita meluangkan waktu” Al Qadhi iyadh ditanya: sampai kapan seseorang harus menuntut ilmu? Beliau menjawab: ”Sampai ia meninggal dan ikut tertuang tempat tintanya ke liang kubur.”
***
Faidah kajian ustadz Abu Yasir @mushola teknogi fakultas Teknik UGM
Dan beberapa kutipan dalam buku Bekal bagi Penuntut Ilu karya ‘Abdullah bin Shalfiq adh Dhafiri
Penyusun: Khusnul Rofiana
Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits

Ikhlas Menuntut Ilmu

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
ﻣَﻦْ ﺗَﻌَﻠَّﻢَ ﻋِﻠْﻤًﺎ ﻣِﻤَّﺎ ﻳُﺒْﺘَﻐَﻰ ﺑِﻪِ ﻭَﺟْﻪُ ﺍﻟﻠَّﻪِ‏‎ ‎ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ ﻻَ ﻳَﺘَﻌَﻠَّﻤُﻪُ ﺇِﻻَّ ﻟِﻴُﺼِﻴﺐَ ﺑِﻪِ ﻋَﺮَﺿًﺎ‎ ‎ﻣِﻦَ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻟَﻢْ ﻳَﺠِﺪْ ﻋَﺮْﻑَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻳَﻮْﻡَ‏‎ ‎ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ
“Barangsiapa menuntut ilmu yang seharusnya diharapkan dengannya wajah Allah ‘azza wa jalla, tetapi ia tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan sedikit dari kenikmatan dunia maka ia tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat.” (HR. Ahmad, Abu daud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Ath-Targhib: 105)
Juga sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam,
ﻣَﻦْ ﻃَﻠَﺐَ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢَ ﻟِﻴُﺠَﺎﺭِﻯَ ﺑِﻪِ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀَ ﺃَﻭْ‏‎ ‎ﻟِﻴُﻤَﺎﺭِﻯَ ﺑِﻪِ ﺍﻟﺴُّﻔَﻬَﺎﺀَ ﺃَﻭْ ﻳَﺼْﺮِﻑَ ﺑِﻪِ ﻭُﺟُﻮﻩَ‏‎ ‎ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺃَﺩْﺧَﻠَﻪُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺍﻟﻨَّﺎﺭَ
“Barangsiapa menuntut ilmu untuk menandingi para ulama, atau mendebat orang-orang bodoh, atau memalingkan pandangan-pandangan manusia kepadanya, maka Allah akan memasukkannya ke neraka.” (HR. At-Tirmidzi dari Ka’ab bin Malik radhiyallahu’anhu, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih At-Targhib: 106)
Al-Imam Ahmad rahimahullah berkata,
ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻻ ﻳَﻌْﺪﻟﻪ ﺷﻲﺀ ﻟﻤﻦ ﺻﺤﺖ ﻧﻴﺘﻪ‎ ‎ﻗﺎﻟﻮﺍ ﻭﻛﻴﻒ ﺗﺼﺢ ﺍﻟﻨﻴﺔ ﻳﺎ ﺃﺑﺎ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ؟
ﻗﺎﻝ: ﻳﻨﻮﻱ ﺭﻓﻊ ﺍﻟﺠﻬﻞ ﻋﻦ ﻧﻔﺴﻪ ﻭﻋﻦ‎ ‎ﻏﻴﺮﻩ
“Ilmu itu tidak dapat ditandingi oleh amalan apapun bagi orang yang niatnya benar (dalam menuntut ilmu).” Mereka bertanya, “Bagaimana benarnya niat wahai Abu Abdillah?” Beliau menjawab, “Seorang meniatkan untuk mengangkat kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.”
Bagaimana mengikhlaskan niat dalam menuntut ilmu:
1. Engkau niatkan untuk menjalankan perintah Allah ta’ala.
2. Engkau niatkan untuk menjaga syari’at Allah ta’ala, sebab menjaga syari’at itu dilakukan dengan menghapalnya dalam dada dan menulisnya dalam buku.
3. Engkau niatkan untuk membela syari’at Allah ta’ala, yakni menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang disandarkan kepada syari’at, yang dilakukan oleh kelompok-kelompok sesat.
4. Engkau niatkan untuk meneladani Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Dan engkau tidak mungkin dapat meneladani beliau sampai engkau mengetahui petunjuk beliau shallallahu’alaihi wa sallam.
[Diringkas dari Syarh Hilyah Thalibil ‘Ilmi, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, hal. 7-9]
Wallahul muwaffiq.
Sumber: http://nasihatonline.wordpress.com/2012/10/31/yang-dimaksud-dengan-ikhlas-dalam-menuntut-ilmu/

Sabtu, 02 Februari 2013

DAMPAK BERFIKIR KREATIF



Sumber: diadopsi dari Michael Maccoby (http://www.maccoby.com)
Dalam proses kegiatan untuk memecahkan masalah, diperlukan kemampuan berpikir secara strategis maupun operasional. Kami mencoba mengadaptasi pemikiran dua orang ahli berpikir, yakni Michael Maccoby (http://www.maccoby.com) dan De Bono, yang menyoroti tujuan yang berbeda di tingkat berpikir strategis dan operasional.
Grafis asli Maccoby memiliki dua pesan penting: satu, untuk menggambarkan perbedaan antara tugas-tugas pemikiran strategis dan operasional, dan dua, untuk menunjukkan bagaimana belajar adalah sebuah proses terus menerus  dan mengintegrasikan alur kerja strategis dan operasional.
Untuk pesan-pesan ini kita menambahkan satu lagi dari De Bono: bahwa pemikiran strategis dan pemikiran operasional menjadi lebih efektif dan lengkap ketika berpikir kita memungkinkan kita untuk mengekspresikan “keinginan untuk kebenaran” dan “keinginan untuk nilai.”
Berdasarkan pengamatan umum bahwa ada memang beberapa individu yang sangat baik pada tingkat operasional, tetapi tidak pernah unggul pada tingkat berpikir strategis. Idealnya, kedua Berpikir Tradisional (analitis) dan Berpikir Desain (visi kreatif) akan diterapkan bersama-sama dalam tugas berpikir baik strategis maupun operasional.
Namun, jelas bahwa satu-sisi, cara berpikir analitik atau kritis saja akan benar-benar tidak mampu berurusan dengan berbagai tugas berpikir yang membutuhkan tingkatan strategis. Pemikiran strategis, khususnya, menuntut keduanya, yakni pemikiran kritis dan sekaligus kreatif.
Dan sebenarnya semuanya ini adalah keterampilan. De Bono menyatakan bahwa dengan teknik tertentu, berpikir kreatif pun dapat diajarkan dan dipelajari semudah kita berpikir kritis.

EVALUASI PROGRAM BK

EVALUASI PROGRAM BIMBINGAN KONSELING

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai suatu sistem, program layanan bimbingan dan konseling tentunya meliputi beberapa hal di antaranya yaitu perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi. Dalam hal ini ketiga al tersebut senantiasa saling berkaitan dan berkesinambungan.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa suatu hasil senantiasa dipengaruhi oleh perencanaan, begitu pun pelaksanaan juga memiliki peran yang sangat dominan. Selain itu, kedua hal tersebut akan terlihat manakala proses evaluasi berjalan dengan baik. Dengan demikian, evaluasi dari pelaksanaan program layanan bimbingan ini hendaknya dipersiapkan dengan seksama.
Paparan tersebut menunjukkan bahwa begitu pentingnya peranan evaluasi pada pelaksanaan layanan bimbingan. Hal tersebut pula yang menjadi latar belakang dari makalah ini dengan judul “evaluasi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling”.
B. Rumusan Masalah
Penulisan makalah ini didasarkan pada suatu permasalahan mengenai evaluasi pelaksanaan program layanan bimbingan. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut ini.
1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling itu?
2. Apa yang menjadi tujuan dilakukannya evaluasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling itu?
3. Apa saja yang menjadi ruang lingkup evaluasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling itu?
4. Apa saja yang menjadi hambatan evaluasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling itu?
5. Bagaimana prosedur evaluasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling itu?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu Evaluation. Dalam buku “Essentials of Educational Evaluation”, Edwind Wand dan Gerald W. Brown, mengatakan bahwa : “Evaluation rafer to the act or prosses to determining the value of something”. Jadi menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses utnuk menentukan nilai dari pada sesuatu. Sesuai dengan pendapat tersebut maka evaluasi pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah yang diharapkan oleh Departemen Pendidikan, telah dijabarkan dalam pedoman khusus Bimbingan dan Penyuluhan, kurikulum 1975 buku IIIc.
Perlu dijelaskan disini bahwa evaluasi tidak sama artinya dengan pengukuran (measurement). Pengertian pengukuran (measurement) Wand dan Brown mengatakan : “Measurement means the art or prosses of exestaining the extent or quantity of something”. Jadi pengukuran adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan luas atau kuantitas dari pada sesuatu.
Dari definisi evaluasi atau penilaian dan pengukuran (measurement) yang disebut diatas, maka dapat diketahui perbedaannya dengan jelas antara arti penilaian dan pengukuran. Sehingga pengukuran akan memberikan jawaban terhadap pertanyaan “How Much”, sedangkan penilaian akan memberikan jawaban dari pertanyaan “What Value”.
Walaupun ada perbedaan antara pengukuran dan penilaian, namun keduanya tidak dapat dipisahkan. Karena antara pengukuran dan penilaian terdapat hubungan yang sangat erat. Penilaian yang tepat terhadap sesuatu terlebih dahulu harus didasarkan atas hasil pengukuran-pengukuran. Pada akhir pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling selalu tercantum suatu kegiatan yang telah dilaksanakan sesuai dengan rencana tertentu.
Pendapat “Good” yang dikutip oleh I.Jumhur dan Moch. Surya (1975 :154), tentang evaluasi adalah : “Proses menentukan atau mempertimbangkan nilai atau jumlah sesuatu melaluipenilaian yang dilakukan dengan seksama”.
Sejalan dengan rumusan diatas, Arthur Jones memberikan batasan tentang evaluasi adalah sebagai berikut : “Proses yang menunjukkan kepada kita sampai berapa jauh tujuan – tujuan program sekolah dapat dilaksanakan”.
Lebih jauh Moch. Surya mengemukakan menilai bimbingan pada hakekatnya mengetahui secara pasti tentang bagaimana organisasi dan administrasi program itu, bagaimana guru-guru dan petugas-petugas bimbingan lainnya dapat berpartisipasi bagaimana pelaksanaan konseling dan bagaimana catatan-catatan kumulatif dapat dikumpulkan. Uraian tersebut merupakan penjabaran dari proses kegiatan Bimbingan dan Konseling, yang akhirnya perlu pula diketahui bagaimana hasil dari pelaksanaan kegiatan itu. Dengan kata lain bahwa penilaian yang dilakukan terhadap kegiatan Bimbingan dan Konseling ditujukan untuk menilai bagaimana kesesuaian program, bagaimana pelaksanaan yang dilakukan oleh para petugas Bimbingan, dan bagaimana pula hasil yang diperoleh dari pelaksanaan program tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi terhadap kegiatan Bimbingan dan Konseling, mengandung tiga aspek penilaian, yaitu:
  1. Penilaian terhadap program Bimbingan dan Konseling.
  2. Penilaian terhadap proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling.
  3. Penilaian terhadap hasil (Product) dari pelaksanaan kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling.
B. Tujuan Evaluasi
Dalam melaksanakan suatu program, hal ini program Bimbingan dan Konseling, peranan evaluasi sangatlah penting. Hasil evaluasi akan memberikan manfaat yang sangat berarti bagi pelaksanaan program tersebut untuk selanjutnya. Beberapa hal yang diperoleh dari hasil evaluasi diantaranya:
  1. Untuk mengetahui apakah program Bimbingan sesuai dengan kebutuhan yang ada?
2. Apakah pelaksanaan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan program, dan mendukung pencapaian tujuan program itu?
3. Bagaimana hasil yang diperoleh telah mencapai criteria keberhasilan sesuai dengan tujuan dari program itu?
4. Dapatkah diketemukan bahan balikan bagi pengembangan program berikutnya ?
5. Adakah masalah-masalah baru yang muncul sebagai bahan pemecahan dalam program berikutnya ?
6. Untuk memperkuat perkiraan-perkiraan (asumsi) yang mendasar pelaksanaan program bimbingan ?
7. Untuk melengkapi bahan-bahan informasi dan data yang diperlukan dan dapat digunakan dalam memberikan bimbingan siswa secara perorangan.
8. Untuk mendapatkan dasar yang sehat bagi kelancaran pelaksanaan hubungan masyarakat.
9. Untuk meneliti secara periodik hasil pelaksanaan program yang perlu diperbaiki.

C. Ruang Lingkup Evaluasi Pelaksanaan Bimbingan.
Untuk mengungkapkan tujuan yang telah disebutkan diatas perlu adanya kejelasan tentang aspek-aspek yang perlu dievaluasi. Berikut akan diuraikan beberapa aspek yang menyangkut : program, proses, dan hasil (product) dalam suatu kegiatan Bimbingan dan Konseling.
1. Evaluasi Peserta Didik
Untuk mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan program bimbingan konseling di sekolah, maka pemahaman terhadap peserta didik yang mendapatkan bimbingan dan konseling penting dan perlu. Pemahaman mengenai peserta didik perlu dilakukan sedini mungking.Evaluasi jenis ini dimulai dari layanan pengumpulan data pada saat peserta didik diterima di sekolah bersangkutan.
Adapun jenis data yang dikumpulkan dari peerta didik dapat berupa: kemampuan sekolastik umum, bakat, minat, kepribadian, prestasi belajar, riwayat kependidikan, riwayat hidup, cita-citapendidikan/jabatan, hobi dan penggunaan waktu luang, kebiasaan belajar, hubungan social, keadaan fisik dan kesehatan, kesulitan-kesulitan yang dihadapi, dan minat terhadap mata pelajaran sekolah.
2. Evaluasi Program.
Apabila kita mempelajari pedoman penyusunan program Bimbingan dan Konseling seperti terdapat pada buku IIIc, kurikulum 1975, dapat kita simpulkan bahwa program Bimbingan dan Konseling di sekolah terdapat beberapa kegiatan pelayanan. Sejalan dengan pendapat “Koestoer Partowisastro” (1982:93), bahwa sesuai dengan pola dasar pedoman operasional pelayanan Bimbingan ini terdiri atas:
a. Pelayanan kepada murid.
b. Pelayanan kepada guru.
c. Pelayanan kepada kepala sekolah.
d. Pelayanan kepada orang tua murid atau masyarakat.
Pada hakikatnya tujuan umum program Bimbingan disekolah adalah membantu siswa agar dapat:
a. Membuat pilihan pendidikan dan jabatan secara bijaksana
b. Memperoleh penyesuaian kepribadian yang lebih baik
c. Dapat memperoleh penyesuaian diri dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi baik dimasyarakat, sekolah maupun dalam keluarga.
Kegiatan operasional dari masing-masing pelayanan tersebut diatas, perlu disusun dalam sistimatika sebagai berikut:
a. Masalah atau kebutuhan yang ditangani dalam pelayanan Bimbingan.
b. Tujuan khusus pelayanan Bimbingan.
c. Kriteria keberhasilan
d. Ruang lingkup pelayanan Bimbingan
e. Kegiatan-kegiatan pelayanan bimbingan beserta jadwal kegiatannya.
f. Hubungan antara kegiatan pelayanan bimbingan dengan kegiatan sekolah dan kegiatan diluar sekolah.
g. Metode dan teknik pelayanan Bimbingan.
h. Sarana pelayanan bimbingan.
i. Pengelolaan pelayanan bimbingan.
j. Penilaian dan penelitian pelayanan bimbingan.
3. Evaluasi Proses.
Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu program, dituntut suatu proses pelaksanaan yang mengarah kepada tujuan yang diharapkan. Didalam proses pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling di sekolah banyak faktor yang terlihat khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan. Hal itu dapat diuraikan seperti berikut :
a. Organisasi dan administrasi program bimbingan.
b. Personal / petugas pelaksana.
c. Fasilitas dan perlengkapan.
d. Kegiatan Bimbingan.
e. Partisipasi guru.
f. Anggaran pembiayaan.
4. Evaluasi Hasil (Product).
Aspek yang paling penting keberhasilan suatu program dari pelaksanaan program itu sendiri. Untuk memperoleh gambaran tentang hasil yang diharapkan sesuai dengan tujuan pelayanan bimbingan dapat tercapai atau tidak, akan tercermin dalam diri siswa yang mendapat pelayanan bimbingan itu sendiri.
Hal – hal yang menyangkut diri siswa sesuai dengan tujuan pelayanan bimbingan dapat dilihat dalam segi :
a. Pandangan para tamatan / lulusan tentang program pendidikan di sekolah yang telah ditempuhnya.
b. Kualitas prestasi (performance) bagi tamatan / lulusan.
c. Pekerjaan / jabata yang dilakukan oleh siswa yang telah menamatkan program pendidikannya .
d. Proporsi tamatan / lulusan yang bekerja dan yang belum bekerja.
D. Kriteria Keberhasilan
Beberapa kriteria keberhasilan yang dapat dijadikan landasan suatu penilaian, dapat kita lihat dari hasil yang ingin diperoleh dari tujuan pelayanan bimbingan. Berikut ini akan dikemukakan criteria keberhasilan dalam pelayanan bimbingan, menurut Koestoer Partowisastro (1982), bahwa :
1. Kriteria keberhasilan pelayanan kepada murid :
a. Menerima diri sendiri, baik mengenai kekuatan-kekuatannya maupun kelemahan-kelemahannya, sehingga dapat membuat rencana untuk menentukan cita-cita dan membuat keputusan-keputusannya yang realitas.
b. Memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang benar mengenai dunia sekitarnya, sehingga dapat memperoleh tingkat social yang selaras dalam pergaulan dan kehidupan di masyarakat.
c. Dapat memahami dan memecahkan masalahnya sendiri.
d. Dapat memilih secara tepat dan menyelesaikan program studi dan berhasil sesuai dengan tingkat kemampuannya.
e. Dapat memilih pendidikan lanjutan secara tepat sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
f. Dapat memilih rencana dan lapangan kerja / jabatan yang tepat sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
g. Memperoleh bantuan khusus dalam mengatasi kesulitan belajar, sehingga dapat mengembangkan dan meningkatkan kepribadiannya secara menyeluruh.
h. Memperoleh bantuan dan pelayanan dari orang-orang atau badan-badan lain diluar sekolah, untuk memecahkan masalahnya yang tidak mampu dipecahkannya dengan pelayanan langsung dari sekolah.
2. Kriteria keberhasilan pelayanan bimbingan kepada guru :
a. Guru berpartisipasi dan membantu pelaksanaan program bimbingan disekolah.
b. Guru menggunakan fasilitas yang disediakan oleh staf BK.
c. Guru turut aktif mengkomunikasikan program BK kepada murid.
d. Ada keseragaman sikap dan tindakan terhadap murid diantara guru-guru dan staf BK.
e. Guru memberikan informasi tentang murid kepada staf BK.
f. Guru membicarakan murid-murid yang memiliki kesulitan dengan konselor.
g. Guru memperlakukan murid sesuai dengan keadaan dan kemampuan murid.
h. Tersedia alat pengumpulan data yang baik buatan guru sendiri.
i. Guru menggunakan alat-alat pengmpulan data secara tepat.
j. Guru mengumpulkan dan menyusun data dengan baik.
k. Tercipta suasana belajar mengajar yang baik didalam kelas.
l. Adanya penempatan dan penugasan kepada murid oleh guru, sesuai dengan keadaan dan kemampuan murid masing-masing.
m. Guru mengatasi kesulitan dalam menghadapi murid tanpa kerugian sampingan, baik pada murid ataupun pada guru.
n. Guru mengarahkan penggarapan murid yang mengalami kesulitan yang tidak dapat ditangani oleh guru sendiri.
o. Guru mempergunakan alat pengumpulan data sesuai dengan keadaan dan kemampuannya sendiri.
p. Guru mempergunakan cara-cara untuk membantu murid sesuai dengan keadaan dan kemampuan guru.
E. Hambatan-Hambatan dalam Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling
1. Pelaksana bimbingan di sekolah tidak mempunyai waktu yang cukup memadai untuk melaksanakan evaluasi pelaksanaan program BK.
2. Pelaksana bimbingan dan konseling memiliki latar belakang pendidikan yang bervariasi baik ditinjau dari segi jenjang maupun programnya, sehingga kemampuannya pun dalam mengevaluasi pelaksanaan program BK sangat bervariasi termasuk dalam menyusun, membakukan dan mengembangkan instrumen evaluasi.
3. Belum tersedianya alat-alat atau instrument evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah yang valis, reliable, dan objektif.
4. Belum diselenggarakannya penataran, pendidikan, atau pelatihan khusus yang berkaitan tentang evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling pada umumnya, penyusunan dan pengembangan instrumen evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah
5. Penyelenggaraan evaluasi membutuhkan banyak waktu dan uang. Tidak dapat diragukan lagi untuk memulai mengadakan evaluasi tampaknya memerlukan baya yang cukup mahal dan perlu biaya yang banyak.
6. Belum adanya guru inti atau instruktur BK yg ahli dlm bidang evaluasi pelaksanaan peogram BK di sekolah. Sampai saat ini kebanyakan yg terlibat dlm bidang ini adalah dari perguruan tinggi yang sudah tentu konsep dan kerangka kerjanya tidak berorientasi kepada kepentingan sekolah
7. Perumusan kriteria keberhasilan evaluasi pelaksanaan bimbingan dan yang tegas dan baku belum ada sampai saat ini.
F. Prinsip-Prinsip Evaluasi Program Bimbingan Konseling
Menurut Gibson and Mitchell (1981), Depdikbud (1993) mengemukakan beberapa prinsip yang semestinya diperankan dalam penyelenggaraan evaluasi pelaksanaan peogram BK, sebagai berikut :
1. Evaluasi yang efektif menuntup pengenalan terhadap tujuan2 program
2. Evaluasi yang efektif memerlukan kriteria pengukuran yang jelas.
3. Evaluasi melibatkan berbagai unsur yang professional
4. Menuntut umpan balik (feed back) dan tindak lanjut (follow-up) sehingga hasilnya dpt digunakan unt membuat kebijakan / keputusan.
5. Evaluasi yang efektif hendaknya terencana dan berkesinambungan. Hal ini bahwa evaluasi program bimbingan dan konseling bukan merupakan kgiatan yang bersifat insidental, melainkan proses kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan.
G. Prosedur Pelaksanaan Evaluasi Program Bimbingan Konseling
1. Fase persiapan
Pada fase persiapan ini terdiri dari kegiatan penyusunan kisi-kisi evaluasi. Dalam kegiatan penyusunan kisi-kisi evaluasi ini langkah-langkah yg dilalui adalah:
a. Langkah pertama penetapan aspek-aspek yang dievaluasi baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil, meliputikesesuaian antara program dengan pelaksanaan
1) keterlaksanaan program,hambatan yang dijumpai,
2) dampak terhadap KBM,
3) respon konseli, sekolah, orang tua, masyarakat
4) perubahan kemajuan dilihat dari capaian tujuan layanan, capaian tugas perkembangan dan hasil relajar, keberhasilan lulusan.
b. Langkah-langkah kedua penetapan kriteria keberhasilan evaluasi.
Misalnya, bila proses aspek kegiatan yang akan dievaluasi maka kriteria yang dapat dievaluasi ditinjau dari: lingkungan bimbingan, sarana yang ada, dan situasi daerah.
c. Langkah ketiga penetapan alat-alat/ instrument evaluasi
Misalnya aspek proses kegiatn yang hendak dievaluasi dengan kriteria bagian b di atas, maka instrument yang harus digunakan ialah: ceklis, observasi kegiatan, tes situsasi, wawancara, dan angket
d. Langkah keempat penetapan prosedur evalusi
Seperti contoh pada butir b dan c di atas, maka prosedur evaluasinya mlalui: penelaahan, kegiatan, penelaahan hasil kerja, konfrensi kasus, dan lokakarya
e. Langkah kelima penetapan tim penilaian atau evaluator
Berkaitan dengan contoh diatas, maka yang harus menjadi evaluator dalam penilaian proses kegiatan ialah: ketua bimbingan dan konseling, kepala sekolah, tim bimbingan dan konseling, dan konselor
2. Fase persiapan alat / instrument evaluasi
Dalam fase kedua ini dilakukan kegiatan diantaranya:
a. Memilih alat-alat/instumen evaluasi yang ada atau menyusun dan mengembangkan alat-alat evaluasi yang diperlukan.
b. Pengadaan alat-alat instrument evaluasi yang akan digunakan
3. Fase pelaksanaan kegiatan evaluasi
Dalam fase pelaksanaan evaluasi ini, evaluator melalui kegiatan, yaitu:
a. Persiapan pelaksanaan kegiatan evaluasi;
b. Melaksanakan kegiatan evaluasi sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
4. Fase menganalisis hasil evaluasi
Dalam fase analisis hasil evaluAsi dan pengolahan data hasil evaluasi ini dilakukan mengacu kepada jenis datanya. Data-data itu, diantarnya:
a. Tabulasi data;
b. Analisis hasil pengumpulan data melalui statistik atau non-statistik
5. Fase penafsiran atau interprestasi dan pelaporan hasil evaluasi
Pada fase ini dilakukan kegiatan membandingkan hasil analisis data dengan kriteria penilaian keberhasilan & kemudian diinterprestasikan dng memakai kode-kode tertentu, untuk kemudian dilaporkan serta digunakan dalam rangka perbaikan dan atau pengembangan program layanan Bimbingan Konseling.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari paparan yang dikemukakan tersebut, dapatla ditarik suatu kesimpula mengenai evaluasi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Adapun kesimpulannya adalah sebagai berikut ini.
1. Evaluasi adalah Proses menentukan atau mempertimbangkan nilai atau jumlah sesuatu melaluipenilaian yang dilakukan dengan seksama.
2. Tujun dari dilakukannya evalusi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling adalah untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian program layanan bimingan terebut.
3. Prosedurnya meliputi fase persiapan, fase persiapan alat/instrument evaluasi, fase pelaksanaan kegiatan evaluasi, fase menganalisis hasil evaluasi, fase penafsiran atau interprestasi dan pelaporan hasil evaluasi
B. Saran
Dengan memperhatikan hal tersebut, sekiranya dapatlah diajukan saran-saran sebagai berikut ini.
1. Hendaknya proses evaluasi terhadap pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dipersiapkan dengan sepenuh hati sehingga hasil yang didapat sesuai dengan apa yang diharapkan.
2. Dalam pelaksanaan evaluasi hendaknya dilakukan dengan teratur, terarah serta sesuai dengan apa yang direncanakan.
DAFTAR PUSTAKA

Sudrajat, A. (2010). Konsep Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling. Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/02/03/evaluasi-program-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah/

TN. (2010). Evaluasi Program Layanan Bimbingan dan Konseling. Tersedia pada: http://www.duniaedukasi.net/2010/05/evaluasi-program-bimbingan-dan.html

Motivasi yang Menyebabkan Kesadaran Belajar Bisa Tumbuh

Motivasi utama Yang Menyebabkan Kesadaran Belajar Bisa Tumbuh : pertama adalah bisa merasakan bahwa belajar adalah proses memahami dan bisa menjadi investasi anda jangka panjang, Serta selalu mengingat bahwa orang tua selalu menunggu dirumah untuk segera lihat hasil belajar anda hingga anda sukses menembus berbagai lapisan core bisnis dunia kerja, Karena menjaga kepercayaan dan ketulusan orang tua semampu anda bisa adalah embrio high concept. Indikator yang membuat kesadaran belajar anda itu mulai tumbuh yaitu saat anda bisa menghilangkan sendirinya rasa bosan, jenuh, saat anda menghadapi materi pelajaran rumit di sekolah maupun kuliah tanpa harus terus dikontrol lagi. Meskipun melakukan itu semua memang tak tampak mudah, membutuhkan cara pandang yang visioner dan powerfully. Pun demikian semua itu fleksibel bagaimana anda memahami dan mengelolanya, sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan anda, sehingga belajar anda lebih nyaman. Semoga referensi singkat dan sederhana ini bisa bermanfaat realistis positif dan lebih aplikatif lagi kedepannya. Selamat belajar dan beraktifitas. Hopefully your ask solved here.

Mengasah Kesadaran Belajar Siswa

Kank ,kadang kami kehilangan akal agar membuat siswa memiliki motivasi belajar mereka lebih senang santai dan ber senang senang daripada belajar . Apa yang mesti saya lakukan..?
  


 " Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah".   QS Al Ahzab :21
Menurut  Gagne  dalam buku Essential of Learning for Instruction,belajar adalah suatu proses yang berlangsung dalam diri seseorang ( proses internal) ,sebagai hasil interaksinya dengan  lingkungan dan menghasilkan  perilaku yang cenderung tetap.
Guna menciptakan suasana pembelajaran yang menggembirakan ,menggunakan permainan atau beragam variasi  sebagai metode pembelajaran ,akan membuat siswa tertantang untuk belajar lebih dalam. Mengingat penguasaan matematika  menjadi kompetensi dan keterampilan dibutuhkan waktu bagai siswa untuk banyak berlatih dan mengulang  agar siswa benar benar menguasai . Hal yang perlu diperhatikan agar  kesadaran belajar dapat  terbangun:
 Pertama; Seorang Guru adalah ahli dibidang keilmuannya 
   .
Didalam pembelajaran seorang guru dituntut memiliki penguasaan yang memadai dalam ilm yang hendak diajarkannya,guru harus  mengetahui dan memahami pola perilaku siswa ,sehingga dalam mentransfer pengetahuan guru dapat menyampaikan  sesuai daya serap logika dan kompetensi siswa. Dengan berbicara sesuai perkembangan akal ,siswa  akan merasa bahwa yang dipelajarinya dapat dikuasai ,sehingga menimbulkan rasa percaya diri. Rasa percaya diri akan membuat siswa bersemangat   untuk belajar lebih dalam.
Kedua,Mulai dari yang dikuasai siswa
  .
Ketika anak merasa bisa mengerjakan tugas anak akan cenderung ingin mengulanginya , karena itu dalam memberikan tugas pada anak ,berikan tugas yang dianggap mampu dilaksanakan kemudian dapat ditingkatkan tingkat kesulitannya. Jangan memberikan tugas yang dirasa menyulitkan apalagi jika tidak ada upaya penilaian. Karena tugas yang tidak dinilai hanya akan membuat siswa  “demotivasi’ dan bahkan mengacuhkan tugas yang anda berikan.   
Berikan tugas dengan jelas ,singkat dan tegas sehingga siswa merasa yakin tugas ini bermanfaat baginya,berikan uraian mengenai  apa yang harus diperbuat serta bagaimana cara mengerjakannya. Gunakan kata kata yang dipersepsi siswa bahwa tugas ini akan berguna bagi pembangunan pengetahuan .keterampilan dan sikap mental. Mengingat bahwa  bahwa kata,intonasi dan sikap pemberi perintah tuas mempengaruhi secara langsung bagi penerima perintah dan bagaimana mereka melaksanakannya.
Bila perlu berilah contoh,ada baiknya anda tanyakan apakah perintah tugas yang dibebankan kepada mereka sudah dapat dimengerti. Berikan waktu yang cukup sesuai beban tugas yang dikerjakan .Bila siswa sudah merasa mampu mengerjakannya jangan terlalu cerewet mencampurinya.
Ketiga :Berilah Kepercayaan Pada Siswa 
Pada dasarnya setiap anak ingin mendapatkan kepercayaan,memberikan kepercayaan kepada siswa berati menghargai upayanya. Dengan anak merasa dipercaya anak akan terbangun konsep diri positif sebagai sikap bakal dari rasa percaya diri ,dan rasa percaya diri adalah bekal bagi anak untuk membangun kompetensi , berprestasi dan berani berkompetisi. Anak yang merasa dipercaya ,akan terdorong untuk bertanggung jawab dan bersemangat dalam melaksanakan tugas yang diberikan sekaligus merasa nyaman disekolah.
Jangan menuntut siswa untuk menjadi anak yang patuh secara sempurna tanpa mengenal kepribadian ,para guru patut menerima kekurangan yang dimiliki siswa. Para guru harus terbuka dalam menerima gagasan yang disampaikan siswa ,agar para siswa tidak merasa kuatir  pendapatnya tidak terima ,dicemooh,dicela atau tidak dihargai. Tidak jarang guru yang Jaga Image atau menutup diri dapat menimbulkan kecurigaan dalam diri siswa. Rasa curiga dan was was berlebihan akan membuat siswa tidak menghargai guru sekaligus menimbulkan pemberontakan .
Keempat .Berikan Solusi Kecemasan  Siswa
Kecemasan siswa akan  muncul dalam bentuk perilaku tidak kooperatif di kelas maupun disekolah. Mereka adalah anak anak yang resah  dikarenakan harga diri yang rendah,kurang rasa percaya diri  ,perasaan gagal ,citra diri yang buruk,harapan yang rendah,konsep diri negatif ,perasaan tidak nyaman pandangan negatif terhadap diri sendiri ,keadaan . lingkungan dsb. Permasalahan yang dihadapi siswa akan menimbulkan maslah bagi siswa disekolah.
Menghakimi dan mengolok olok siswa hanya akan merusak harga diri siswa  dan justru membuat siswa merasa tidak senang dan respek kepada gurunya.  Dari pengalaman saya sebagai konselor remaja saat mereka menghadapi persoalan adalah berusaha mengerti latar belakang mengapa mereka berperilaku demikian membuat mereka mau ber”negoisasi “. 
Dengan kita berempati terhadap persoalannya anak merasa diperhatikan ,dimengerti persoalannya dan dihargai keberadaannya,sehingga mereka kooperatif untuk  diajak memecahkan persoalannya. Bila guru memiliki sikap bijaksana siswa dapat merasa nyaman dikelas. Diskusikan permasalahan bersama siswa jika memungkinkan bersama orang tuanya  ,tunjukkan bahwa kekeliruan yang diperbuatnya   dapat dicari jala keluarnya. Sehingga anak merasa mendapatkan solusi dari kecemasan yang dihadapinya.
Pembelajaran bukan hanya persoalan kurikulum da metode pembelajaran tetapi juga “hati” di mana anak anak akan lebih betah dan dapat bangkit motivasi belajarnya.