Jumat, 26 April 2013

FEMINIS THERAPY

A.      SEJARAH PERKEMBANGAN
        1.     Tokoh-tokoh Terapi Feminis
Terapi feminis berbeda dari teori atau pendekatan konseling lainnya. Terapi ini didirikan atas usaha bersama oleh banyak orang sehingga tidak ada pendiri tunggal. Corey (2009) mengatakan bahwa ada beberapa pribadi yang telah memberikan kontribusi penting terhadap terapi feminis yaitu sebagai berikut:
1)   Jean Baker Miller, MD (1928-2006)
Jean Baker Miller adalah seorang Profesor Klinik Psikiatri di Boston University School of Medicine dan Direktur Institute Jean Baker Miller Training di Stone Center, Wellesley College. Miller memberikan kontribusi dengan memperluas teori ini dan mengeksplorasi aplikasi baru untuk masalah yang lebih kompleks seperti masalah-masalah keragaman, aksi sosial dan masalah penyesuaian pekerjaan.
2)   Carolyn Zerbe Enns, PhD
Carolyn Zerbe Enns adalah Profesor Psikologi dan berpartisipasi aktif dalam program Women’s Studies di Cornell College di Mt. Vernon, Iowa. Usahanya ialah mengartikulasikan pentingnya terapi feminis multikultural, memperkenalkan praktek terapi feminis diseluruh dunia (terutama di Jepang) dan menulis tentang pendidikan multikultural feminis.
3)   Oliva M. Espin, PhD
Oliva M. Espin adalah Profesor Women’s Studies di San Diego State University dan di Sekolah Psikologi Profesional California, San Diego. Dia adalah pelopor  teori dan praktek terapi feminis dengan perempuan yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda-beda dan telah melakukan berbagai penelitian, pengajaran dan pelatihan tentang isu-isu multikultural dalam psikologi.
4)   Laura S. Brown, PhD
Laura S. Brown adalah anggota pendiri Institut Terapi feminisInstitut terapi feminis adalah suatu organisasi yang didedikasikan untuk mendukung teori dan praktek terapi feminis. Brown juga adalah anggota teori kelompok kerja pada National Conference on Education and Training in Feminist Practice. Brown menulis beberapa buku dan bukunya yang berjudul Theory in Feminist Therapy (1994) diangap sebagai buku dasar teori terapi feminis.  Brown memberikan kontribusi tentang bagaimana berpikir tentang etika dan pembatasan-pembatasan serta kompleksitas praktek etis dalam komunitas kecil. Dan saat ini ia berminat terhadap praktek feminis untuk masalah-masalah forensik dan penerapan prinsip-prinsip feminis untuk mengobati traumatik.
        2.     Sejarah dan Pengembangan
Terapi Feminis dikembangkan untuk menanggapi tantangan dan kebutuhan yang muncul dari wanita (Brabeck & Brown, 1997). Terapi Feminis berawal dari paham feminis sekitar akhir 1800-an. Para psikolog mulai sadar akan kepentingan perempuan. Pada tahun 1876 Mary Putman Jacobi menyatakan bahwa perempuan membutuhkan istirahat fisik dan mental secara khusus saat menstruasi. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan mulai diperhatikan.  
Pada tahun 1960-an terapi feminis mulai berkembang. Perempuan mulai sadar untuk membentuk kelompok-kelompok untuk memperjuangkan keinginan mereka. Perempuan-perempuan menyatukan suara mereka untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka dalam pembatasan peran perempuan tradisional. Mereka berkumpul bersama untuk berbagi pengalaman dan persepsi serta membantu wanita lain menjadi sadar bahwa mereka tidak sendirian. Suatu persaudaraan dikembangkan dan beberapa layanan berkembang untuk meningkatkan kualitas masyarakat seperti tempat penampungan bagi perempuan korban kekerasan, pusat palayanan korban perkosaan, pusat kesehatan perempuan.
Perubahan dalam psikoterapi muncul ketika terapis perempuan berpartisipasi dalam kelompok dan membantu perempuan-perempuan lain dari pengalaman mereka sebagai terapis.
Pada 1970-an adanya penelitian tentang gender yang membantu masa depan terapi feminis dan organisasi formal mulai mendorong perkembangan dan pengesahan terapi feminis. Diantaranya adalah Asosiasi for Women in Psychologi (AWP) dan American Psychological Association (APA). Tahun 1980-an, adanya upaya untuk mengesahkan terapi feminis sebagai model terapi yang berdiri sendiri sehingga hal ini membuat terapi feminis berubah drastis, menjadi lebih beragam karena terfokus pada masalah yang semakin spesifik dan isu-isu seperti body image, hubungan yang salah, gangguan makan, inses, dan kekerasan seksual lainnya (Enns, 1993).
Enns (1993, 2004, Enns & Sinacore, 2001) mengidentifikasi empat filosofi feminis yang disebut "gelombang kedua". Dapat diuraikan sebagai berikut:
1)        Liberal Feminists
Feminis Liberal berfokus pada membantu perempuan mengatasi batas-batas dan kendala peran gender tradisional. Feminis Liberal berusaha untuk mentransformasi peran gender tradisional agar perempuan dan laki-laki mempunyai kesempatan yang sama. Tujuan utama dari terapi feminis liberal ialah memberdayakan perempuan, meningkatkan martabat perempuanmeningkatkan kepuasan diri perempuanlaki-laki dan perempuan berbagi kekuasaan dalam pengambilan keputusan dalam hubungan dan kesetaraan. Tujuan lain adalah untuk menghilangkan praktek psikoterapi yang telah mendukung sosialisasi tradisional dan didasarkan pada pandangan bias tentang perempuan dan laki-laki (Enns, 2004).
2)        Cultural Feminists
Feminis budaya percaya penindasan berasal dari rendahnya nilai masyarakat  terhadap kemampuan, nilai-nilai dan peran perempuanMereka percaya bahwa untuk menghilangkan kekerasan terhadap perempuan maka harus dilakukannya feminisasi budaya atau dengan kata lain dengan melakukan transformasi nilai-nilai feminis ke dalam budaya.
3)        Radical Feminists
Feminis radikal menyatakan penindasan terhadap perempuan terdapat dalam sistem patriarki(sistem masyarakat yang menyatakan bahwa ayah sebagai kepala keluarga atau ayah yang memiliki kuasa) dan feminis radikal berusaha untuk mengubah masyarakat melalui aktivisme dan menyamakan kekuasaan. Mereka menantang pandangan bahwa perempuan tidak bisa berkuasa. Tujuan utama adalah mengubah relasi gender, mengubah pandangan lembaga-lembaga sosial terhadap kekuasan perempuan dan meningkatkan peran perempuan serta dengan kreatif mendukung perempuan untuk menentukan nasib sendiri.
4)        Socialist Feminists
Tujuan feminis sosialis sama dengan feminis radikal yaitu merubah sosial. Namun penekanan mereka berbeda dimana feminis sosialis lebih mengurusi banyak jenis masalah dan mengatakan bahwa solusi untuk masalah-masalah masyarakat harus mempertimbangkan golongan/kelas, ras, orientasi seksual, ekonomi, kebangsaan, dan sejarah. Tujuan utama dari terapi adalah untuk mengubah hubungan sosial dan lembaga-lembaga sosial.
Pada tahun 1993 para psikolog yang memeluk terapi feminis bertemu pada National Conference on Education and Training in Feminist Practice. Mereka menyapakati tema dasar yang mendasari praktik feminis dan mengambil langkah yang signifikan menuju integrasi dari sejumlah perspektif feminis. Enns (2004) menyatakan bahwa "gelombang ketiga" dari terapi feminis. Perkembangan terapi ini dijelaskan sebagai berikut:
1)      Postmodern Feminists
Feminis Postmodern memberikan model untuk mengkritisi nilai pendekatan tradisional dan feminis lainnya yaitu menangani masalah  yang merupakan realitas dan mengusulkan beberapa kebenaran yang bertentangan dengan kebenaran tunggal.
2)      Women of color feminists
Women of color feminists berjuang agar teori terapi feminis diperluas dan dibuat lebih inklusif yaitu dengan memasukkan analisis penindasan ganda, penilaian akses terhadap hak dan kekuasaan dan aktivisme. Mereka mengkritik beberapa feminis kulit putih yang lebih menggeneralisasi pengalaman perempuan Putih agar sesuai dengan pengalaman semua wanita.
3)      Lesbian Feminists
Feminis lesbian berjuang terhadap penindasan perempuan yang terkait dengan orientasi seksualPerspektif ini berjuang agar teori feminis menyertakan analisis keragaman identitas dan hubungan mereka dengan penindasan serta mengakui keragaman yang ada dikalangan lesbian.
4)      Global International Feminists
Feminis internasional Global mengambil perspektif seluruh dunia dan berusaha untuk memahami cara-cara dimana rasisme, seksisme, ekonomi, dan classism mempengaruhi perempuan diberbagai negara. Feminis global berasumsi bahwa setiap wanita hidup dibawah system penindasan yang unik. Dan mereka juga mengatakan bahwa perbedaan budaya berkontribusi terhadap penindasan perempuan.
B.       HAKIKAT MANUSIA
Pandangan feminis tentang hakikat manusia berbeda dari kebanyakan model terapi tradisional. Banyak teori tradisional tumbuh dari peran sosial yang menekankan faktor biologis dan pria diasumsikan sebagai model hakikat manusia yang menyeluruh tanpa memperhatikan perempuan. Teori tradisional dapat dijelaskan sebagai berikut:
                  1.     Androsentris ialah menggunakan oirentasi perkembangan laki-laki untuk menarik kesimpulan tentang manusia termasuk sifat perempuan
                  2.     Gendercentric yaitu memisahkan jalur perkembangan perempuan dan laki-laki
                  3.     Heterosexist yaitu melihat orientasi heteroseksual berdasarkan norma dan diinginkan  sekali serta menurunkan nilai oirentasi kaum lesbian, gay, banci
                  4.     Deterministik yaitu berasumsi bahwa pola-pola kepribadian dan perilaku ditentukan pada tahap awal perkembangan kehidupan
                  5.     Orientasi intrapsikis yaitu menghubungkan perilaku kepada penyebab internal, yang hasilnya sering menyalahkan korban dan mengabaikan faktor-faktor budaya dan sosial politik
Terapi feminis bertentangan dengan teori tradisional ini. Mereka berpandangan bahwa ada empat hakikat manusia (Worell dan Remer2003) yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 
1.    Gender-fair approaches yaitu perbedaan perilaku perempuan dan laki-laki adalah hasil dari proses sosialisasi dan bukan atas dasar bawaan/kodrat. Hal ini berguna untuk menghindarkan stereotip peran sosial dan perilaku interpersonal.
2.    Flexible–multicultural perspective yaitu menggunakan konsep dan strategi yang sama untuk semua individu atau kelompok tanpa memandang usia, orientasi ras, budaya, gender, kemampuan, kelas/golongan atau oirentasi seksual.
3.    Interactionist yaitu melihat isi konsep-konsep khusus pada dimensi berpikir, merasa, dan berperilaku dari pengalaman manusia dan mempertimbangkan faktor-faktor kontekstual dan lingkungan.
4.    A Life-span perspective yaitu perkembangan manusia adalah proses seumur hidup sehingga pola kepribadian dan perubahan perilaku dapat terjadi setiap saat
C.      PERKEMBANGAN PERILAKU
1.    Perkembangan Kepribadian
Ada beberapa pandangan terapi feminis tentang perkembangan kepribadian yaitu sebagai berikut:
1)   Kepribadian seseorang dipengaruhi atau dibentuk oleh harapan peran gender dalam masyarakat
2)   Politik gender dari Amerika yang mengharapkan gadis-gadis menjadi manis, sensitif dan patuh sementara anak laki-laki diharapkan untuk menjadi kuat, tabah, dan berani
3)   Perkembangan identitas dan moralitas perempuan dalam konteks budaya yang didasarkan pada isu-isu tanggung jawab dan perawatan untuk orang lain
4)   Kepribadian seorang perempuan dipengaruhi interaksi dengan orang lain
5)   Kepribadian seorang perempuan dipengaruhi oleh maskulin dan patriarki  
2.    Pribadi Sehat dan Bermasalah
Feminis Terapi mengatakan bahwa pribadi seseorang dikatakan bermasalah jika seseorang berada dalam pengaruh peran gender tradisional, tidak dapat dengan leluasa berinteraksi atau berhubungan dengan oranglain dan berada didalam kekuasaan laki-laki.
Sedangkan pribadi yang sehat jika mereka dapat menerima diri mereka, terlepas dari tuntutan peran gender tradisional ataupun kekuasaan laki-laki, mandiri dan dapat mengembangkan kekuasaan.
D.      HAKIKAT KONSELING
Hakikat Konseling Feminis terapi ialah sebagai berikut :
             1.     The Personal is political
Feminis terapi mengatakan bahwa masalah seseorang berasal konteks politik dan sosial. Hal ini ialah inti dari terapi feminis.
             2.     Commitment to social change
Feminis bertujuan tidak hanya untuk perubahan individu tetapi untuk melakukan sebuah transformasi masyarakat
             3.     Women’s and girl’s voices and ways of knowing are valued and their experiences
Perspektif perempuan dianggap sentral dalam memahami penderitaan mereka. Tujuan terapi feminis adalah untuk menggantikan sistem patriarchal dengan kesadaran feminis. Perempuan didorong untuk menghargai emosi dan intuisi mereka dan menggunakan pengalaman pribadi mereka sebagai batu ujian untuk menentukan suatu reality
             4.     The counseling relationship is egalitarian
Perhatian terhadap kekuasaan adalah penting dalam terapi feminis dan hubungan terapeutik dianggap sebagai hubungan yang sederajatKarena terapis beranggapan bahwa konseli adalah ahli bagi dirinya atau hidupnya dan juga karena tujuan terapi ini ialah untuk mengangkat derajat konseli maka dalam proses konseling kesetaraan ini mulai dibentuk
             5.     A focus on strengths and a reformulated definition of psychological distress
Terapis feminis memfokuskan pada kekuatan atau kelebihan seseorang dan membingkai kembali tekanan psikologis seseorang. Menurut mereka tekanan psikologis terjadi karena komunikasi sistem masyarakat yang tidak adil. Mereka menolak pelabelan diagnostik dan "model penyakit" penyakit mental
             6.     All types of oppression are recognized
Terapis feminis menyatakan bahwa untuk memahami konseli secara baik maka kita perlu memperhatikan kehidupan sosial budayanya. Mereka mengakui bahwa ketidakadilan sosial dan politik memiliki efek negatif pada semua orang. Terapis feminis membantu individu untuk berkembang dan juga melakukan perubahan sosial.
E.       KONDISI PENGUBAHAN
             1.     Tujuan
Menurut Enns (2004), beberapa tujuan terapi feminis ialah sebagai berikut:
1)   Pemberdayaan
2)   Menghargai dan meneguhkan keragaman
3)   Berjuang untuk perubahan daripada penyesuaian
4)   Kesetaraan
5)   Kemandirian dan persamaan ketergantungan
6)   Perubahan sosial
7)   Pengasuhan diri
8)   Membantu individu dalam melihat diri mereka sebagai agen aktif bagi kehidupan mereka maupun untuk orang lain 
Menurut Worell & Remer (2003) mungkin tujuan akhir dari pendekatan ini adalah untuk menciptakan jenis masyarakat dimana kekerasan seksual dan bentuk lain dari diskriminasi dan penindasan tidak ada lagi. Terapi feminis berusaha untuk mentransformasi individu dan masyarakat secara keseluruhan. Selain tujuan akhir ini ada beberapa tujuan lain terapi feminis dalam proses terapi  yaitu sebagai berikut :
1)        Konseli menjadi sadar akan proses peran gender sosial
2)        Konseli mengidentifikasi pesan dari dalam diri mereka dan menggantinya dengan keyakinan-keyakinan baru untuk lebih meningkatkan kepercayaan diri
3)        Konseli memahami bagaimana perlakuan masyarakat tentang seks dan penindasan mempengaruhi mereka dengan cara yang negatif
4)        Konseli memperoleh keterampilan untuk melakukan perubahan di lingkungan
5)        Merestrukturisasi lembaga untuk membebaskan mereka dari praktik diskriminasi
6)        Konseli mengembangkan berbagai perilaku yang dipilih secara bebas
7)        Konseli mengevaluasi dampak dari faktor-faktor sosial pada kehidupan mereka
8)        Mengembangkan perasaan dalam kekuatan pribadi dan sosial
9)        Mengenali kekuatan hubungan dan keterhubungan
10)    Mereka percaya pada pengalaman dan intuisi mereka sendiri 
Terapis feminis juga bekerja untuk menafsirkan ulang kesehatan mental perempuan. Menyuarakan pengalaman perempuan  untuk mempengaruhi masyarakat sehingga pikiran atau gagasan perempuan dihormati dan dihargai.
Pada tingkat individu, terapis feminis bekerja untuk membantu wanita dan pria mengakui, klaim, dan merangkul kekuatan pribadi mereka. Memberdayakan klien adalah jantung terapi feminis(Gilbert & Rader, 2007). Melalui pemberdayaan, klien dapat membebaskan diri dari batasan gender peran sosialisasi mereka dan untuk menantang penindasan institusional yang sedang berlangsung.
Menurut Corey (2009) tujuan terapi feminis ialah:
1)   Untuk menghasilkan perubahan baik dalam pribadi konseli maupun masyarakat
2)   Konseli dapat mengenali, mengakui dan menggunakan kekuatan pribadi mereka untuk membebaskan diri dari keterbatasan peran gender sosial
3)   Konseli dapat menghadapi semua bentuk kebijakan kelembagaan yang mendiskriminasikan
             2.     Sikap, Peran dan Tugas Konselor
Terapi ini menggunakan berbagai model peran terapis dari berbagai teori dan pendekatan konseling lainnya. Peran dan fungsi terapis akan bervariasi sampai batas tertentu tergantung pada teori apa yang dikombinasikan dengan prinsip-prinsip dan konsep feminis. Berikut ini ada beberapa peran terapis feminis yaitu sebagai berikut:
1.      Feminisme
2.      Memantau prasangka dan penyimpangan-penyimpangan mereka sendiri terutama dimensi sosial dan budaya dari pengalaman perempuan
3.      Terapis feminis memahami segala bentuk penindasan dan mempertimbangkan dampaknya terhadap kesejahteraan psikologis
4.      Terapis feminis secara total hadir dalam konseling
5.      Self-disclosure
6.      Terapis Feminis berbagi diri selama jam terapi dan terapi sebagai sebuah perjalanan bersama
7.      Genuineness, empati dan proaktif
8.      Percayaan kemampuan klien untuk bergerak maju dengan cara yang positif dan konstruktif
             3.     Sikap, Peran, dan Tugas Konseli
Konseli aktif dalam proses terapi dengan melakukan asesmen atau mendiagnosis penyebab masalah mereka dari peran gender ataupun tekanan-tekanan dari pihak diluar diri merekaKonseli menceritakan kisah mereka dan memberikan pendapat dari pengalaman mereka
             4.     Situasi Hubungan
Hubungan antara terapis dan klien dalam terapi feminis didasarkan pada pemberdayaan dan egalitarianisme. Terapis dan konseli mengembangkan model-model hubungan yang terstruktur yaitu mereka mengidentifikasi dan menggunakan kekuasaan secara bertanggung jawab. Terapis feminis menyatakan dengan jelas nilai-nilai mereka untuk mengurangi kemungkinan konseli mendapatkan kerugian dari hubungan mereka. Hal ini memungkinkan klien untuk membuat pilihan apakah melanjutkan konseling atau tidak. Ini merupakan langkah dalam proses demistifikasi.
Untuk melaksanakan egalitarianisme terapis feminis menggunakan sejumlah strategi (Thomas, 1977). Yaitu sebagai berikut :
Pertama,Para terapis sangat sensitif mempergunakan kekuasaan/jabatan mereka dalam hubungan konseling. Seperti mendiagnosis, menafsirkan atau memberikan nasihat, mampu menempatkan diri sebagai seorang ahli atau dengan mengurangi  dampak ketidakseimbangan dalam hubungan.
Kedua, Para terapis aktif berfokus pada kekuatan para konseli yang mereka miliki   dalam hubungan terapeutik dan memberikan ruang bagi konseli dalam proses konseling. Terapis mendorong konseli untuk mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan mereka, untuk menyadari cara mereka melepaskan kekuasaan dalam hubungan dengan orang lain dan untuk membuat keputusan.
Ketiga, Terapis feminis berbagi persepsi dengan klien, menjadikan konseli sebagai mitra dalam menentukan diagnosis. Jika terapis menunjukkan teknik tertentu, ia akan menjelaskan mengapa dia menggunakan teknik itu dan dia menghormati sepenuhnya keputusan klien untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan konseling. Beberapa terapis feminis menggunakan kontrak sebagai cara untuk membuat tujuan dan proses terapi yang jelas.
Untuk membuat hubungan konselor  dengan konseli lebih efektif maka konselor menyertakan konseli dalam asesment dan proses pengobatan. Konselor menyertakan konseli dari sesi awal sampai sesi terakhirWalden (2006) menekankan nilai mendidik dan memberdayakan klien. Ketika konselor memberikan informasi tentang sifat dari proses terapi maka konseli partisipasi aktif dalam terapi mereka. Jika konselor membuat keputusan untuk klien daripada dengan klien, maka sesungguhnya konselor telah merampok kekuasaan konseli dalam hubungan terapeutik. Kolaborasi dengan klien dalam semua aspek terapi mengarah ke kemitraan sejati dengan klien.
F.       MEKANISME PENGUBAHAN
             1.     Peran Penilaian dan Diagnosis
Untuk menjadi sementara terapis dalam mendiagnosis orang dari berbagai latar belakang dan sebagai bagian dari hubungan lebih egaliter, membangun kembali pemahaman tentang masalah dengan klien, bukan memaksakan diagnosis pada konseli. Sesuai dengan fokus pada pemberdayaan konseli, diagnosis adalah proses bersama dimana konseli adalah ahli tentang makna penderitaan mereka. Penilaian dipandang sebagai proses yang berkelanjutan antara klien dan terapis dan terhubung ke intervensi pengobatan (Enns, 2000).
             2.     Teknik-teknik Konseling
Terapis feminis telah mengembangkan beberapa teknik dan beberapa telah dipinjam dari pendekatan tradisional dan disesuaikan dengan model terapi feminis. Teknik-teknik terapi feminis ialah sebagai berikut:
1)        Empowerment/Pemberdayaan
Strategi utama dari terapi feminis adalah memberdayakan klien. Terapis menjelaskan harapan, mengidentifikasi tujuan dan melakukan kontrak dengan konseli yang akan memandu proses terapi. Konselor juga menjelaskan cara kerja terapi sehingga tidak membingungkan dan menjadikan konseli sebagai mitra yang  aktif dalam proses terapi. Hal ini membuat konseli belajar bahwa dia bertanggung jawab atas arah, waktu dan prosedur terapinya
2)        Self-disclosure/Penyingkapan diri
Terapis feminis menggunakan terapi penyingkapan diri untuk menyamakan derajat terapis dan konseli dalam konseling, untuk memberikan contoh bagi konseli, berbagi pengalaman bersama dan memberdayakan konseliPenyingkapan diri ini harus menunjukkan keaslian dan rasa kebersamaan dari terapis dan harus dilakukan dengan waktu dan sifat pengungkapan yang tepat 
3)        Gender-role Analysis
Analisis peran gender mengeksplorasi dan menilai dampak harapan peran gender pada kesejahteraan psikologis konseli dan menggunakan hasil analisis ini digunakan untuk membuat keputusan tentang perilaku peran gender dimasa yang akan datang. Analisis peran gender berperan untuk mendukung perubahan konseli
4)        Gender-role Intervention
Terapis menggunakan intervensi peran gender untuk memberikan wawasan bagi konseli tentang bagaimana harapan sosial telah mempengaruhi kondisi psikologisnya. Pernyataan terapis akan memberikan pencerahan bagi konseli untuk berpikir lebih positif tentang kaum perempuan dan bagaimana dia bisa berkontribusi untuk anak-anak perempuan muda dimasa depan.
5)        Power Analysis
Terapis dan konseli mengeksplorasikan ketidakadilan dan hambatan-hambatan dalam masyarakat tentang kekuasaan dan sumber daya perempuan serta mengidentifikasi alternative-alternatif untuk keluar dari ketidakadilan dan hambatan-hambatan itu. Hal ini membuat konseli akan belajar untuk menghargai dan menerima dirinya dan tidak bergantung kepada oranglain.  
6)        Bibliotherapy
Bibliotherapy dapat menggunakan buku nonfiksi, buku-buku psikologi dan konseling, otobiografi, buku-buku self-help, video-video pendidikan, film dan bahkan novel
7)        Assertiveness Training
Terapis mengajarkan dan mempromosikan perilaku yang tegas sehingga konseli menjadi sadar akan hak-hak mereka yang melampaui harapan-harapan sosial, mengubah keyakinan negatif dan melakukan perubahan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Terapis dan konseli mempertimbangkan perilaku tegas yang sesuai dengan budayaKonseli membuat keputusan tentang kapan dan bagaimana menggunakan keterampilan baru itu dan terapis akan membantu konseli untuk mengevaluasi dan mengantisipasi konsekuensi dari sikap tegasnya itu.
8)        Reframing dan Relabeling
Reframing dilakukan dengan maksud agar terapis tidak menyalahkan konseli tetapi mempertimbangakan sumber masalah konseli dari faktor sosial masyarakat.
Relabeling adalah memperbaiki label jelek yang melekat pada dirinya menjadi label yang baru yang baik.
9)        Social Action
Aktivitas sosial adalah kualitas yang penting dari terapi feminis. Terapis menyarankan kepada konseli untuk berpartisipasi dalam lembaga-lembaga sosial yang mengurusi kekerasan terhadap perempuan. Hal ini membuat konseli dapat memberdayakan dirinya sendiri.
10)    Group Work
Kelompok kerja adalah suatu teknik konselor untuk membuat kelompok ataupun menyarankan konseli untuk bergabung dalam suatu kelompok untuk mendiskusikan masalah-masalah atau pengalaman-pengalaman yang mereka alami dalam masyarakat. Kelompok-kelompok ini dapat menyediakan jejaring sosial bagi mereka, dapat mengurangi perasaan terisolasi, menciptakan lingkungan yang kondusif dan membantu perempuan menyadari bahwa mereka tidak sendirian.
G.      HASIL – HASIL PENELITIAN
        1.     Enns & Hackett (1990)
   College women preferred feminist counselors to non-feminist counselors when career planning, sexual harassment, or assault was the issue.
        2.     Marecek et al. (1979)
   67% of women in feminist therapy and 38% of women in traditional therapy found therapy to be helpful
        3.     Schneider (1985)
   Feminist therapists seen as most helpful for career issues versus marriage or parental concerns
H.      KELEBIHAN DAN KELEMAHAN
             1.     KELEBIHAN
1)        Fokusnya adalah baik pada perubahan individu dan perubahan sosial
2)        Perjuangan perempuan dan perubahan multikultural telah menyerukan perhatian terhadap dampak negatif dari diskriminasi dan penindasan yang mencakup pelecehan anak, inses, pemerkosaan, pelecehan seksual dan kekerasan rumah tangga
3)        Kelebihan terapi feminis yaitu pembagian kekuasaan dengan konseli
4)        Bidang etika dalam praktek psikologi dan konseling dan pengambilan keputusan etis dalam terapi
5)        Prinsip terapi feminis telah diterapkan untuk pengawasanperkembangan pengajarankonsultasietikapenelitiandan teori serta praktek psikoterapi. Dan dapat digabungkan dengan model terapi kontemporer lainnya seperti Adlerian, Person-centered therapy, Gestalt dan Cognitive Behavior Therapy
6)        Terapi feminis menunjukkan bahwa teori konseling harus adil genderfleksibel-multikultural, interaksionisdan kehidupan-span-berorientasi. Sebuah pendekatan terapi feminis dapat berkontribusi untuk memperluas basis teoritis model terapi lainnya serta memperkaya semua kehidupan kita dengan mendorong aktivisme sosial yang positif di masyarakat kita dan di seluruh dunia
             2.     Kelemahan
1)       Menekankan nilai-nilai Putih, perempuan kelas menengah, heteroseksual perempuan yang tidak diterapkan pada kelompok perempuan lainnya 
2)        Terapis perlu untuk menilai dengan para klien dampak dari perubahan pribadi yang signifikan yang dapat mengakibatkan isolasi dari keluarga dan sosial masyarakat
3)        Terapis feminis tidak mengambil sikap netral sehingga dapat mempengaruhi nilai-nilai dan budaya Konseli
4)        Keterbatasan yang mungkin adalah potensi terapis untuk memberlakukan seperangkat nilai baru pada konseli seperti berjuang untuk kesetaraan, daya dalam hubungan, menentukan diri sendiri, kebebasan untuk mengejar karir di luar rumah, dan hak untuk pendidikan. Terapis perlu ingat bahwa klien adalah ahli terbaik mereka sendiriyang berarti ia terserah kepada mereka untuk memutuskan mana nilai-nilai untuk hidup
I.         DAFTAR RUJUKAN
Corey G. (2009). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy (8th ed.). Belmont, CA: Brooks/Cole