Oleh: DJOHAN YOGA
Tulisan ini merupakan posting tamu dari sahabat saya bapak
Djohan Yoga. Beliau aktif di bidang pendidikan dan merupakan Instruktur
Internasional untuk wilayah Asia dalam bidang Pendidikan Karakter dari Thomas
Lickona dan metode Mind Map dari Tony Buzan.
Puas, begitulah jawaban spontan dari salah satu pembunuh
Deni Januar pada saat ditanya oleh Mendikbud M. Nuh.
Bukan hanya sekali tapi dua kali kata puas diucapkannya
meskipun yang kedua dilengkapi dengan kata-kata “agak menyesal”.
Kita semua dapat membayangkan betapa hancur leburnya hati
Pak Nuh saat mendengar jawaban itu karena secara logika pasti Pak Nuh
mengharapkan jawaban “sangat menyesal atau khilaf” yang kemudian disertai pula
dengan tangisan atau sikap lainnya untuk mengungkapkan rasa penyesalan yang
mendalam.
Hal yang relatif sama juga terjadi beberapa waktu yang lalu, saat para siswa
yang melakukan perundungan (bullying) terhadap yuniornya juga tidak menunjukkan
rasa penyesalan sedikitpun sehingga membuat polisi yang memeriksa mereka marah
dan terpaksa melakukan penahanan.
Akademis vs Karakter
Inilah produk dari pendidikan yang selama ini hanya
dipusatkan pada sisi akademis dan kurang memperhatikan sisi karakter. Semua
pihak seolah hanya ingin mengejar nilai, rangking atau medali Olimpiade
sementara proses pembentukan karakter yang sesungguhnya jauh lebih penting dari
prestasi akademis terabaikan.
Akibatnya siswa hanya tumbuh menjadi orang yang pintar tapi
tidak berkarakter dan ini sangat berbahaya ketika mereka berada di masyarakat.
Dengan hanya berbekal kepintaran tanpa ada karakter yang mengendalikannya,
tidaklah mengherankan semakin banyaknya terjadi tawuran dan perundungan di
sekolah serta semakin masif dan sistematiknya korupsi dan manipulasi diberbagai
bidang kehidupan.
Dua Tujuan Pendidikan
Seperti yang diucapkan oleh Bapak Pendidikan Karakter Dunia,
Prof. Thomas Lickona bahwa pendidikan selalu mempunyai 2 tujuan yaitu membantu
orang untuk menjadi pintar (smart) sekaligus juga untuk menjadi baik (good).
Oleh karena itulah Prof. Lickona menambahkan Respect
(hormat) sebagai R yang ke-4 dan Responsibility (tanggung jawab) sebagai R yang
ke-5 ke dalam 3R yang selama ini kita kenal yaitu : Reading (membaca), wRiting
(menulis) dan aRithmatic (menghitung).
3R yang pertama adalah untuk membuat siswa menjadi pintar
sedangkan 2R yang terakhir adalah untuk membuat siswa menjadi baik.
Ketimpangan antara materi akademis dengan karakter sudah
disadari oleh banyak pihak. Namun sejak Pak Nuh menjadi Mendikbud perhatian
terhadap karakter ini menjadi prioritas utama.
Terhitung tahun 2010 yang lalu, pendidikan karakter telah
dicanangkan untuk dijadikan gerakan nasional di seluruh tingkat pendidikan
yaitu PAUD sampai dengan Perguruan Tinggi. Pendidikan Karakter akan diintegrasikan
ke dalam mata pelajaran, manajemen sekolah dan kegiatan ekstra kurikuler.
Program dari Kemdikbud ini memperoleh dukungan dari semua
pihak mulai dari Presiden, Wakil Presiden serta seluruh lapisan masyarakat.
Beberapa Kekeliruan Pelaksanaan Pendidikan Karakter
Namun sangat disayangkan setelah lebih dari 2 tahun ternyata
pelaksanaan pendidikan karakter disekolah tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Hal ini disebabkan oleh beberapa kekeliruan seperti:
Pertama, banyak guru yang beranggapan bahwa pendidikan
karakter merupakan mapel baru dan berdiri sendiri sehingga banyak menanyakan
kurikulum, silabus dan bukunya. Padahal pendidikan karakter bukanlah mapel
karena sesungguhnya sudah ada di dalam setiap mapel yang diajarkan saat ini.
Oleh karena itu, pendidikan karakter tidak membutuhkan kurikulum, silabus atau
buku yang khusus.
Kedua, banyak guru yang beranggapan bahwa pendidikan
karakter merupakan pengganti mapel PMP atau Budi Pekerti yang ada dulu. Akibatnya
banyak yang mencoba menyamakan metode pembelajaran seperti yang banyak dipakai
yaitu metode ceramah dan catat. Padahal pendidikan karakter bukanlah mapel
pengganti dan proses pembelajarannya bukan lebih ceramah tapi harus digali
secara bersama sama oleh guru dan siswa.
Ketiga, banyak guru yang beranggapan bahwa pendidikan
karakter adalah tugas dari guru mapel Agama dan PKn saja serta kalau perlu
melibatkan guru BK sekiranya terjadi masalah yang terkait dengan karakter
siswa. Padahal pendidikan karakter adalah tugas semua guru dari seluruh mapel,
karena setiap mapel yang diajarkan pasti memiliki nilai nilai moral yang akan
memberi dampak pada kehidupan orang banyak.
Keempat, banyak guru yang beranggapan bahwa pendidikan
karakter hanyalah pelengkap atau tambahan saja sehingga tidak perlu
diprioritaskan seperti halnya dengan materi akademis. Padahal pendidikan karakter adalah inti dari suatu
kegiatan pendidikan karena alangkah berbahayanya seorang siswa yang hanya berkembang
dalam hal akademis tapi tidak dalam hal karakter.
Kelima, banyak yang beranggapan bahwa pendidikan karakter
hanyalah sebuah pengetahuan semata (kognitif) sehingga tidak perlu usaha yang
khusus dan terencana. Padahal pendidikan karakter adalah sebuah usaha yang
holistik sehingga tidak hanya melibatkan sisi kognitif tapi juga sisi afektif
dan psikomotor. Dengan demikian, seorang siswa dapat memahami lalu bisa
merasakan dan pada akhirnya mau melakukan nilai-nilai yang dianggap baik.
Kekeliruan-kekeliruan seperti inilah yang telah menghambat
pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Akibatnya dalam 2 tahun sejak
dicanangkan tidak banyak kemajuan yang diperoleh, pendidikan karakter masih
tetap berada dalam posisi wacana yang belum dapat dilaksanakan.
Padahal kita semua tahu bahwa pendidikan karakter
membutuhkan waktu yang lama dibandingkan materi akademis. Meskipun sudah
dilaksanakan dengan sungguh sungguh belum ada yang bisa menjamin tingkat
keberhasilannya.
Pendidikan Karakter Memiliki Visi Jangka Panjang
Pendidikan karakter merupakan suatu proyek pendidikan jangka
panjang karena sesuai dengan makna dari asal katanya, karakter adalah proses
untuk mengukir nilai-nilai yang dianggap baik ke dalam hati sanubari siswa.
Oleh karena itu, sekali terukir akan butuh waktu yang lama untuk dapat
mengubahnya.
Karakter tidak sama dengan moral, akhlak, norma atau budi
pekerti karena karakter langsung digerakkan oleh otak. Karakter seseorang dapat
ditunjukkan oleh bagaimana dia bersikap ketika dia tahu tidak ada seorangpun
yang melihatnya. Sikap ini akan bersifat otomatis karena langsung digerakkan
oleh otak.
Selain itu, faktor yang menghambat pelaksanaan pendidikan
karakter di sekolah adalah beratnya beban kurikulum yang ada saat ini. Dengan
banyak jumlah mapel yang ada saat ini dapat dipahami bagaimana sulitnya guru
untuk menyediakan waktu untuk pendidikan karakter.
Tiga Peran Seorang Guru
Berbeda dengan materi akademis, dalam mengajarkan pendidikan
karakter seorang guru harus memainkan 3 peran sekaligus yaitu: sebagai pemberi
perhatian (caregiver), sebagai teladan/panutan (model) dan sebagai pembimbing
(mentor).
Sangatlah tidak mudah bagi seorang guru untuk dapat
memainkan ketiga peran itu dengan baik sehingga dukungan dari semua pihak
sangat dibutuhkan. Masalahnya semakin rumit karena sering kali siswa melihat
sesuatu yang berlawanan dengan nilai-nilai baik diajarkan di sekolah. Misalnya
saat guru Matematika menekankan pentingnya nilai kejujuran tapi yang dijumpai
oleh siswa di masyarakat adalah kebalikkanya yaitu makin maraknya para koruptor
dan manipulator menguras uang rakyat.
Namun bagaimanapun juga, saat ini pendidikan karakter adalah
satu-satunya solusi yang bisa membawa kita keluar dari masalah yang kita alami
saat ini meskipun kita juga sadar bahwa semuanya ini butuh waktu dan usaha yang
tidak mudah. Keterlibatan semua guru dari semua mapel adalah kunci utama untuk
keberhasilan melaksanakan pendidikan karakter di sekolah.
Guru harus mengajak siswa untuk menggali nilai-nilai baik
yang terkandung dalam setiap mapel. Penekanan pada makna dari suatu mapel
terhadap kehidupan sehari-hari adalah kunci yang utama.
Dengan memahami makna dari setiap mapel yang diajarkan,
seorang siswa dapat memperoleh pemahaman yang utuh dan menyeluruh baik dari
segi kognitif, afektif dan psikomotor sehingga siswa tahu mana yang baik, bisa
merasakannya dan pada akhirnya mau melakukannya.
Petunjuk Praktis Pendidikan Karakter Untuk Berbagai Mata
Pelajaran
Bisa kita bayangkan bagaimana efektifnya pelaksanaan
pendidikan karakter bila guru-guru dari mapel selain Agama dan PKn ikut
berperan aktif. Berikut adalah petunjuk praktis untuk guru-guru dari beberapa
mapel:
1. Kesenian
mencari nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah lagu serta
mempelajari latar belakang penulisan sebuah lagu termasuk juga karakter dari
penciptanya. Mempelajari sejarah dari alat-alat musik tradisional serta
pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat.
2. Bahasa
Mendiskusikan karakter positif maupun negatif dari tokoh
yang ada dalam suatu artikel serta mencari nilai-nilai yang terkandung dalam
suatu karya sastra (puisi, pantun dll). Untuk bahasa asing, mencari arti/makna
dari kata-kata baru khususnya yang terkait dengan nilai-nilai yang positif,
selanjutnya siswa bisa diminta membuat karangan yang memuat kata-kata baru itu
agar bisa menperoleh pemahaman yang lebih mendalam.
3. Sosial/IPS
Mendiskusikan karakter dari para raja, ratu atau patih serta
pengaruhnya terhadap kehidupan rakyatnya. Mempelajari dampak dari suatu
kebijakan ekonomi terhadap masyarakat atau pengaruh sosial dari pemberlakuan
sebuah aturan atau hukum.
4. Sains/IPA
Dampak positif dan negatif dari perkembangan sains terhadap
manusia seperti timbulnya berbagai macaam penyakit dan lingkungan hidup seperti
adanya pencemaran atau kepunahan hewan atau tumbuhan.
5. Matematika
Mengkaji aplikasi konsep matematika dalam kehidupan
sehari-hari serta dampak negatif kalau terjadi penyimpangan atau ketidakjujuran
dalam penggunaannya. Beri penekanan terhadap kerugian yang harus ditanggung
oleh pemerintah dan masyarakat.
6. Orkespenjas
Pengaruh positif dari kegiatan olahraga bagi kesehatan serta
mendiskusikan karakter positif (berlatih teratur dan disiplin) maupun negatif
(doping atau pengaturan skor) dari para olahragawan nasional maupun
internasional dalam mencapai prestasi.
7. TIK/Teknologi
Mendiskusikan pengaruh positif maupun negatif dari sebuah
teknologi. Khusus untuk teknologi informasi, perlunya pengetahuan tentang Media
Literacy untuk mencegah efek negatif yang tidak diinginkan. Mempelajari
mengenai Cyber-Bullying yang sangat merugikan pihak yang jadi korban.
8. Muatan Lokal
Mendiskusikan perlunya melestarikan bahasa dan budaya daerah
serta situs- situs bersejarah yang ada. Mempelajari pengaruh adat istiadat di
suatu daerah dalam membentuk karakter orang di sana.
Tak Hanya Pintar, Melainkan Pula Berkarakter
Sebagai penutup perlu ditekankan kembali bahwa tujuan
pendidikan bukanlah hanya untuk menjadikan seseorang menjadi pintar tapi juga
menjadi baik dan berkarakter.
Oleh karena itu, semua pihak yang terlibat dalam pendidilan
harus mau mengubah tujuan yang semula hanya mengejar nilai akademis sekarang
harus memprioritaskan pendidikan karakter.
Percayalah untuk membuat seseorang jadi pintar jauh lebih
mudah dan cepat dari pada untuk membuat seseorang jadi baik dan berkarakter.
Pintar tidaklah cukup tapi harus dilengkapi juga dengan karakter yang baik.
DJOHAN YOGA
Instruktur Internasional untuk wilayah Asia dalam bidang
Pendidikan Karakter dari Thomas Lickona dan metode Mind Map dari Tony Buzan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar