Sikap seorang guru terhadap muridnya merupakan bagian penting dalam menunjang keberhasilan mendidik murid-muridnya. Seringkali guru bertanya apakah saya menjadi guru yang baik? Bagaimana menjadi guru yang baik?
Guru bukanlah sekadar pekerjaan, tetapi sebuah profesi. Namun pada kenyataannya tak jarang kita menemukan guru yang tidak sesuai dengan profesinya sebagai guru. Sering di media massa diberitakan sikap guru yang tidak wajar terhadap muridnya bahkan cenderung sadis. Memang dilema seorang guru yang di sisi lain harus tetap menunjukkan sikap profesional, tegas dan berwibawa, namun juga diharapkan sikap guru lembut, telaten dan sabar.
Definisi guru yang baik selalu diuji para administrator pendidikan, pemerintah atau pakar pendidikan. Masyarakat dalam hal ini orang tua bahkan media juga memiliki harapan-harapan mereka masing-masing. Akan tetapi, jarang anak-anak sebagai penerima layanan pendidikan, ditanya apa pendapat mereka mengenai hal ini. Pada kenyataannya, anak-anak merupakan alasan munculnya profesi guru dan melalui mereka pulalah profesi ini mendapat nilai yang berharga.
Menjadi guru adalah sebuah seni. Menjadi guru yang baik itu melibatkan panggilan, kemampuan intelektual dan penguasaan materi, karakter, talenta dan kemampuan berkomunikasi. Namun dari semua itu, yang terpenting adalah karakter. Seorang guru adalah juga seorang pendidik. Ia tak hanya sekadar mengenal nama murid-muridnya saja, namun lebih dari itu guru mengenal kepribadian dan latar belakang mereka dengan sangat baik. Dengan demikian guru yang baik berarti sangat menyadari perbedaan antar anak-anak, beragamnya cara mereka belajar, dan paham metode dalam menghadapi perbedaan itu untuk mendorong siswa mampu belajar. Anak-anak yang belajar dengan guru semacam itu tentu saja tidak perlu lagi mengeluarkan uang tambahan untuk mengikuti les sepulang sekolah.
Tak hanya itu, guru bertanggung jawab penuh untuk menjaga merawat murid-muridnya. Mereka memiliki kepribadian penyayang, baik, hangat, sabar, namun juga tegas, tidak otoriter serta luwes dalam perilaku. Pusat perhatian mereka bukanlah pada buku teks atau kurikulum, tetapi pada anak!
Murid-murid akan merasa diterima dan makin percaya kepada gurunya. Hubungan yang dekat antara guru dan murid akan menghasilkan sikap hormat, sayang dan terbuka. Murid tidak ragu untuk bertanya serta mencurahkan isi hati tanpa sungkan dan takut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar